Naik Cable Car yang Bikin Berdesir

Merasakan Udara Segar dan Hijaunya Pemandangan di Zhangjiajie. Jawa Pos.4 Desember 2015.Hal.25

Merasakan Udara Segar dan Hijaunya Pemandangan di Zhangjiajie

 Please Note :

  • Simpan tiket masuk Zhangjiajie yan dilengkapi dengan sidik jari. Sebab, tiket seharga 245 yuan atau sekitar Rp 528 ribu itu berlaku selama tiga hari. Turis bebas keluar masuk berkali-kali.
  • Cek cuaca sebelum meluncur ke Zhangjiajie atau Tianmen Mountain.
  • Jika hujan deras, lebih baik di tunda. Sebab, kabut akan sangat tebal. Pemandangan alam tidak akan terlihat.
  • Pakai jaket tebal atau pakaian berlapis karena angina gunung sangat dingin.
  • Lebih baik memakai sepatu olahraga atau sandalgunung. Sebab, medan yang dilalui terkadang licin atau terlalu curam.
  • Bawa air minum yang cukup. Jangan sampai dehidrasi karena berjalan jauh.

 

Lupakan Tembok Besar. Abaikan Kota Beijing yang modern dan udaranya tercemar. Beralihlah ke kota Zhanjiajie. Ya, Kota di Provinsi Hunan sebelah barat itu mempunyao kekayaan alam yang sanggup membius siapa saja. Saya pun sempat ke sana pada akhir Oktober.

 

DI Zhangjiajie, ada National Forest Park yang sangat dikenal. Ingat Hallelujah Mountain di film Avatar? Nah, pilar batu berbentuk kotak yang selalu diselimuti kabut di Hutan Pandora itu nyata di sana.

Sebelum 2009. Hallelujah Mountain bernama Pilar Langit Selatan. Selain pilar batu berbentuk kotak itu, ada rangkaian bukit batu yang menawan disana.

Old Man Collecting Herbs dan Pretty Lady merupakan dua diantara banyak gunung batu yang terkenal di Zhangjiajie. Old Man Collecting Herbs adalah pilar batu tertinggi. Bentuknya mirip kakek yang menggendong keranjang bambu. Masyarakat Zhangiajie masih memanfaatkan keranjang bambu itu sebagai tas hingga sekarang. Bahkan, keranjang itu juga digunakan untuk menggendong bayi.

Selain pilar-pilar batu, Zhangjiajie memiliki danau teduh. Danau BAofeng namanya. Itu adalah salah satu danau tertinggi di dunia karena terletak diketinggian 200 meter. Di danau yang dikelilingi bukit-bukit hijau ituy, Pretty Lady berada. Pilar batu yang menyembul dari danau sedalam 72 meter tersebut mirip wanita suku Tujia yang bersolek, lengakpa dengan rambut yang tergelung tinggi ke atas.

Zhangjiajie National Forest Park sebenarnya hanya menjadi gerbang Wullingyuan Scenic Area. Pesona alam Hunan itu bisa diakses dari Zhangjiajie dan Tianmen Mountain. Menikmati pesona alam dan merasakan dinginnya angina gunung dari Tianmen Mountain juga tidak kalah menarik. Di sana, kita akan lebih banyak menikmati tebing batu dan jurang.

Jika di bandingkan dengan Zhangjiajie National Forest Park, Tianmen Mountain lebih mudah diakses. Sebab, ada cable car yang terhubung denganm terminal dan stasiun kreta api di pusat kota Zhangjiajie. HAnya membayar tiket 258 yuan atau sekitar  Rp338 ribu, kita bisa berwisata alam di Tianmen Mountain. Itu sudah termasuk ongkos cable car pergi pulang.

Setelajh perjalanan di awing-awang selama sekitar 20 menit dengan cablecar, kita tiba di Tianmen Mountain. Dari situ, petualangan dimulai. Ya, petualangan. Sebab, kita harus berjalan kaki sepanjang jalan setapak yang sengaja dibangun di tepian tebing batu. Perjalanan panjang itu dijamin tidak akan melelahkan, apalagi membosankan. Sebab, pemandangan menakjubkan siap memanjakan mata.

Sekitar 15 menit berjalan kaki, kita akan di hadapkan pada antrean panjang di ujung jembatan kayu. Para pengunjung harus menunjukkan tiket masuk untuk bisa melanjutkan perjalanan melewati jalur kaca alias glass path.

Jalur kaca itu makin menegeaskan bahwa kita sedang berjalan di ketinggian sekitar 1.400 meter dari atas tanah. Itu memang pengalaman yang membuat hati berdesir. Apalagi panjang jalur kaca itu mencapai 60 meter.

Jika cable car dan jalur kaca belum membuat jantung berdesir, cobalah open cable car alias cable car terbuka yang mirip ayunan. Tanpa kaca penutup dan sabuk pengaman, open cable car itu menjadi salah satu sensasi yang digemari pelancong. Cukup dengan membeli tiket seharga 25 yuan atau sekitar Rp 54 ribu, kita bisa merasakan langsung embusan angina gunung yang dingin atau rintik hujan.

Ada 109 open cable car yang tersedia. Masing-masing berisi dua orang. Setelah sepaasang wisatawan duduk di bangku ayunan besi itu, petugas menurunkan kerangka besi sebagai pengunci. Kerangka besi itu persis berada di depan perut dan bisa dijadikan pegangan. Ada juga sandaran kaki di bagian bawah. Namun, sandaran itu juga sangat sederhana. Hanya terbuat dari pipa besi.

Selama sekitar 15 menit, kita akan menikmati vegetasi Tianmen Mountain dari atas. Burung-burung juga terbang bebas di bawah kita. Sensasi yang luar biasa! Open cable car tersebut berhenti di stasiun yang terletak di puncak Tianmen Mountain. Petualanganpun berakhir di sana.(hep/co2/jan)

Sumber: Jawa-Pos.4-Desember-2015.Hal_.25

Menapaki Inswangsan, Memaknai Perjalanan

Menapaki Inswangsan, Memaknai Perjalanan. Kompas. 3 Desember 2015.Hal.33

Perjalanan kerap menjadi lebih berarti bukan karena apa yang ditangkap pancaindera, tetapi yang terasa jauh di dalam hati. Tempat tertentu menjanjikan sesuatu yang lebih besar daripada sekadar keelokan lanskap, bau segar rerumputan atau harum kulinernya, maupun bunyi-bunyian yang merdu di telinga. Namun, pertama-tama, marilah lebih dulu mencecap keindahannya.

SEOUL di Korea Selatan, layaknya cekungan yang dipagari empat gunung. Bugaksan di utara, Namsan di selatan, Naksan di timur, dan Inwangsan di barat. Masing-masing punya pesona berbeda, tetapi Inwangsan menawarkan sesautu yang lain.

Selain pemandangan yang memukau, di bukit dengan ketinggian 338 meter di ataas permukaan laut ini terdapat desa belian, kuil-kuil, penduduk local yang rutin datang untuk berdoa, rumah-rumah khas Korea dengan mural tradisional di dindingnya, Fortress Wall of Seoul, dan pos pengawasan militer di dekat puncaknya.

Soo Min dan Seng Hyon, dua pelajar berusia belasan, mendadak menjadi pemandu wisata singkat siang itu, Jumat (9/10). Seorang pelancong mengambil jalan yang salah ketika akan menuju Inwangsan dari Stasiun Dongnimmun. Kedua pelajar itu pun mengarahkan. “Maaf, kami cuma bisa mengantar sampai sini,” ujar Soo Min ketika mereka sampai di sebuah gerbang yang dihiasi mural, pintu masuk Inwangsan. Pelancong itu mengucapkan terima kasih dan mulai menyusuri desa yang banyak referensi disebut sebagai shaman village.

Derap sibuk Seoul seketika menguap. Jalan berbatu, bunga, rerumputan, dan rumah-rumah khas Korea dengan dinding berhiaskan mural tradisional menyiratkan ritme kehidupan yang tenang.

Seorang pria tua keluar dari salah satu rumah. Berpapasan dengan orang asing, ia menjelaskan sesuatu dengan bahasa Korea bercampur gestur tubuh. Ia menunjuk ke arah atas, menangkupkan kedua tangan di depan dada, kemudian menaruhnya di perut. Meski tidak menangkap maksudnya karena terhambat bahasa, pelancong itu tersenyum dan menganggukkan kepala, lantas meneruskan perjalanan.

Setelah berjalan beberapa puluh meter dan menemukan situs doa di atas, barulah pelancong itu bisa menduga apa yang hendak disampaikan pria tua. Barangkali ia mau menjelaskan, di atas ada Seonbawi, batu zen yang dikatakan menyerupai biksu yang berjubah. Orang-orang biasa berdoa di tempat ini untuk mendapatkan keturunan. Seorang perempuan dan laki-laki duduk dan menundukkan kepala dengan khusyuk. Di pucuk-pucuk bebatuan yang menjulang, puluhan merpati bertengger.

Ketika sudah sampai Seonbawi, ambillah jalan setapak yang menuntun kita terus ke atas. Seiring dengan bertambahnya ketinggian, pohon-pohon merimbun. Musim gugur memang belum membuat daun-daun sepenuhnya  memerah, tetapi perpaduan hijau, kuning, dan semburat jingga pun cukup untuk membuat Inwangsan bertambah elok. Lanskap kota Seoul tampak jelas dari celah-celah pepohonan.

Dalam perjalanan ke atas, kita akan menangkap kuatnya energi spiritual. Di sebuah area, terdapat kotak kayu di pinggir jalan. Seorang pria lokal berhenti, menggeser sedikit tutup kotak kayu, memastikan lilin-lilin di dalamnya tak padam, lantas menutupnya lagi. Di titik lain, ada tempat berdoa, lengkap dengan altar batu, lilin, bunga, dan sesajian.

Jalan menuju ke puncak berupa setapak yang dipagari Fortrees Wall of Seoul. Di tempat tertentu, terdapat papan berisi larangan untuk mengambil gambar yang mengarah ke Blue House, kantor dan kediaman presiden. Beberapa petugas berjaga di sana, kadang menghampiri turis untuk mengecek kamera mereka dan memastikan foto-foto yang mereka ambil “aman”. Dari sisi lain Inwangsan, suara anggota militer yang sedang berlatih terdengar cukup jelas.

Hyun Chul Sim, seorang pria berusia 60-an yang saat itu sedang menapaki bebatuan Inwangsan bercerita, “Seumur hidup saya tinggal di Seoul, tetapi baru sekali ini mendaki Inwangsan, sayang sekali. Saya baru tahu tempat ini begitu indah, jauh lebih indah daripada yang saya bayangkan. Saya rasa saya akan sering mendakinya.”

Tak butuh waktu lama untuk mencapai puncak dari bawah. Jika berjalan santai, dalam 1,5 jam kita bisa mencapai pucuknya. Perasaan yang mengemuka begitu sampai di titik tertinggi memang bukanlah rasa yang sama dengan kepuasan saat mencapai ketinggian di atas dua ribu meter yang membutuhkan perjuangan cukup berat. Perasaan itu lebih dekat dengan syukur lantaran batin menjadi lebih penuh setelah semua yang ditemui dalam perjalanan.

Inwangsan adalah tempat yang tepat untuk menyerap energi positif dari alam sekaligus spirit yang hidup dari penduduk di sekitarnya. Hal itu memang tak kasatmata, tak teraba, tetapi nyata terasa. (FELLYCIA NOVKA KUARANITA)

 

UC Lib-Collect

Kompas. 3 Desember 2015