They are Deciding My Future.Jawa Pos Metropolis.25 Maret 2018.Hal.3027042018
Pernah ngerasa bimbang dan terjebak dalam dua pilihan? Mungkin itulah cognitive dissonance atau yang akrab disebut labil di kalangan remaja. Apalagi, kita kan masih mencari jati diri. Tentu factor lingkungan kerap, mempengaruhi pilihan kita. Hmmm, gimana ya cara menyikapinya? (may/nen/c14/fhr)
Oleh Danang Setyo Budi Baskoro MPsi, direktur Brilian Psikologi
TRIVIA
KAMU termasuk orang suka bingung nentuin pilihan? Well, santai aja. Kamu ukan satu-satunya orang yang ngerasain fenomena cognitive dissonance. Hamper semua remaja yang menjalani proses pendewasaan mengalaminya. Mau tahu fakta-faktanya? (may/c14/fhr)
8 diantara 10 Zetizen menyatakan sering labil.
Menurut 84 persen, Zetizen dampak kelabilan merekaa adalah menyesal sama keputusan sendiri.
Usia 15-17 tahun adalah saat-saat remaja paling rentan mengalami cognitive dissonance.
Masa Coba-coba 12-14 tahun
Fluktuasi hormonal dari masa pubertas kerap memengaruhi kestablian emosi remaja. Hasil penelitian Reed Larson dan Claudia Lapnman-Petraitis menyebutkan bahwa remja 12-14 tahun cenderung kurrnag bahagia. Singkatnya, suasana hati dan emosi remaja usia SMP lebih negative dan temperamental.
Dampaknya, anak usia ini bereksperimen dengan hal-hal baru. Karena sikap keinginantahuan yng tinggi, pemahaman teori yang masih sedikit dan emosi yang belum stabil, kadang “coba-coa” itu kemudian mengarah ke kenakalan remaja.
Misalnya, GF, salah seorang siswa SMP negeri di Surabay Utara. Sering melihat tetangganya merokok bikin GF penasaran. Dia lantas diam-daim membeli rokok. “Awalnya, aku merokok di kamar karena takut ketahuan. Tapi, waktu itu kakakku masuk ke kamar karena takut ketahuan. Tapi, waktu itu kakakku mmasuk ke kamar dan marah-marah. Tapi untungnya nggak diaporkan ke mama papa. Dia malah nunjukin foto-foto orang kena kanker gara-gara rokok”, ujar GF. Thanks to his brother. GF pun sekarang mulai menjauhi rokok.
Periode Transisi 15-17 tahun
Menurut psikolog pendidikan John W Santrock, perkembangan pada usia 15-17 tahun merupakan titik yang mengarah pada proses mencapai kedewasaan sehingga mereka nggak lagi coba-coba. Emosi remaja lebih mudah dikendalikan. Mereka bisa membedakan mana yang baik dan buruk walau belum dapat menerapkan seluruhnya.
Namun pada usia ini berkembang juga sikap conformity. Yaitu, kecendurangan untuk menyerah atau mengikuti opini, nilai, atau kebiasaan orang lain. Kadang mereka melakukan suatu hal yang sebenarnya udah tahu hal itu salah. Tujuannya, bisa diterima dalam pergaulan.
Misalnya, Firmandika Toyiba asal SMK Penerbangan Angkasa Singosari, Malang. Punya teman-teman yang hobi main game ternyata memengaruhi Firma untuk melakukan hal yang sama. “Setiap hari aku selalu main. Meski tahu besok ulangan atau bahkan ujian, aku terus main games,” jelasnya Firman pun susah buat berhenti karena berhenti main game berarti keluar dari pergaulan ang udah jadi zona nyamannya.
Menuju Dewasa 18-20 tahun
Dalam aturan hokum , usia 18 tahun ke atas udah dikategorikan dewasa. Wayne State University Physiian Group pun biang, pada usia remaja udah bissa menentukan pilihan dan nggak gampang terpengaruh lingkungan. Tapi, nggak jarang dibutuhkan masukan dan saran diri orang-orang terdekat, khususnya keluarga.
Sebab, pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar yang diterima sejak dini. Pendapat keluarga merupakan pendidikan dasar yang diterima sejak dini. Pendapat atau pilihan orang tua masih cukup berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Misalnya, dalam menikah jurusan kuliah. Nggak jarang, kita dengar ada teman yang “dipaksa” masuk jurusan tertentu oleh ortunya, kan?
Itulah yang sempat dialami Reza Ramadhani, mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Awlanya, Reza ingin masuk jurusan desain. “Aku pengin kuliah yang ada hubungannya sama passion-ku, tentang kreativitas gitu-gitu. Tapi orang tuaku pengin aku masuk jurusan teknik,”ucapnya. Setelah mengalami koonflik batin, beruntung Reza berhasil menemukan jalan tengah. Dia kini berkuliah di jurusan teknologi multimedia broadcasting.
Jenis Cogniive Dissonance yang Sering Dialami Zetizen (3 tertinggi)
Malas belajar menjelang ujian 40%
Nggak konsisten sama perasaan 17%
Diajak teman melakukan kenakalan remaja 12%
53 persen Zetizen setuju bahwa remaja sering labil karena sedang mencari jati diri.
Periode Preadolescent
Periode prodolescent kita alami pada usia 12-14 tahun. Menurut Psychology Today, pada usia ini remaja memiliki kecenderungan untuk memberontak dan mencoba hal-hal baru. “Remaja pada usia ini perlu belajar untuk berpikir positif dan punya pendirian,” tutur Danang Setyo Budi Baskoro MPsi, direktur Brilian Psikologi.
Yap, nggak jarang remaja paa periode ini mmulai melakukan kenakalan walau sadar sebenarnya salah. Contoh kasusunya, demi dierima dalam suatu pergaulan,seorang remaja harus mencoba melakukan kebiasaan teman-temannya seperti merokok atau berkelahi. “Padahal, memperoleh pengakuan tidak harus dengan memiliki kebiasaan buruk seperti temannya,” tutur Danang.
Periode Middle Adolescent
Mula munculnya tanggung jawab adalah karakter remaja 15-17 tahun. Remaja pada periode middle adolescent bahkan uudah mulai membuat tujuan jangka panjang untuk hidupnya. Namun, nggak jarang ada distraksi yang terjadi dan menghambat langkah. Mislany, ketika hari esok uda ujian, tapi kita tergoda untuk bersenang—senang lebih dulu. Padahal,kita sadar bahwa hal itu justru akan berpotensi membuat niali jelek.
Danang menyarankan untuk intropeksi diri jika hal tersebut terjai. “Lihatlah pada beberapa tahun mendatang akan ke manakah saya? Perlu ada cita-cita agar ada kejelasan tujuan hidup,”ujarnya. Jadi, usahakan untuk mengendalikan diri dan mendahulukan tanggung jawab ya!
Periode Late Adolescent
Remaja tahun 18-20 tahun berada di titik late Adolescent. Pada tahp ini, remaja cenderung mencari pilihan hidupnya. Dalam mengambil keptusan pun, dia akan lebih logisdan rasional. Tapi, nggak jarang orang tua masih ikut menentukan pilihan hidup si anak.
Jika itu terjadi,Danang menyarankan agar mencoba dulu pilihan yang ditentukan orang tua. Sebab, ada kemungkinan perubahan minta ketika kita telah menjalani pilihan itu. “Namun, jika perlu adaa komunikasi dengan orang tua,” tegasnya. Sebab, masih ada kesempatan untuk mengubahnya sebelum terlambat.
Profil Responden
Usia:
12-15 tahun 26%
16-18 tahun 67%
19-20 tahun 7%
Pendidikan SMP 10% SMA 67% Kuliah 7%
Jenis Kelamin Cewek 86% Cowok 14%
Sumber: Jawa-Pos-Metropolis.25-Maret-2018.Hal_.30