Selfie, Juga Narsis

Selfie, Juga Narsis. Jawa Pos.7 April 2015.Hal.1,11

Oleh RENHALD KASALI

SAYA kira, kita suda semakin akrab menyaksikan fenomena semacam ini. Anak-anak muda pergi ke restoran. Mereka memesan hidangan. Sa,bil menunggu pesanan datang, mereka sendiri sibuk memotret diri sendiri. Selsie begitu istilahnya. Ketika pesanan datang, mereka juga tak langsung maka.

SELFIE JADI SARANA PROMOSI GRATIS

SELFIE…

Sambungan dari hal 1          

mereka sibuk memotret makanan atau minumanyang tersaji. Bukan dengan kamera melainkan dengan smartphone. Bahkan beebrapa diantara mereka meminta para pelayan restoran untuk memotret. Pada bulan Ramada, bukannya membaca doa begitu waktu berbuka, tetapi meng-upload dulu hasil foto kea kun media sosial mereka. Bisa ke Twitter, Facebook atau Intagram. Kita menyebytnya dengan istilah update status.  Baru setelah itu mereka menyantap hidangan.

Sebagian kalangan menilai wajar aksi anak-anak muda itu. Tapia da juga yang menilai sudah berlebihan Silahkan kalau Anda memiliki penilaian tersendiri.

Promosi Gratis                     

Hanya, bukan itu yang menjadi bahasan saya kali ini. Saya hanya ingin mengingatkan kalangan praktisi bisnis agar tidak memandang sepela aksi anak-anak muda tersebut. Saya tahu persis ada beberapa pebisnis restoran yang menganggap serius hal itu. Mereka tidak hanya melihat aksi selfienya tetapi juga berkolaborasi dengan fenomena narsitisnya. Foto-foto itu pasti tidak hanya digunakan sebagai dokumentasi pribadi, melainkan diunggah ke sosial media sehingga menjadi informasi bersama. Itu sebabnya pemilik restoran kini sudah menambah satu lagi persyaratan bagi calon karyawan yang ingin bekerja di restorannya, yakni tahu cara memotret dengan smartphone.

Bagi karyawan yang terlanjur bergabung mereka harus belajar cara memotret yang benar dengan smartphone. Tapi, mereka juga harus tahu dan mampu mengarahkan pelanggan agar mau berpose di lokasi-lokasi yang bagus di restorannya.

Sebagai pebisnis, Anda tahu bukan apa yan dimaksud dengan lokasi yang bagus? Iya, benar. lokasi dimana logo atau nama perusahaan atau restoran tercantum. Atau lokasi yang menjadi penanda kehadiran perusahaan Anda. Begitu foto-foto selfie itu di up-load oleh pelanggan kea kun media sosial mereka, entah di Twitter, Facebook, atau Instagram bayangkan berapa banyak pasang mata yang akan melihat logo atau nama perusahaan Anda. Lalu, ada mesin pencari google yang menautkan foto-foto dari sosial media dengan kebutuhan oranglain akan informasi. Klop.

Jadi, ketika ada orang mencari via google tentang tempat makanan enak, sangat boleh jadi yang bakal muncul adalah nama restoran Anda. Bukankah itu semua merupakan sarana promosi yang gratis.  Kalangan yang paham periklanan bahkan memberikan nilai lebih bagi promosi gratisan semacam itu. Mengapa? Sebab, yang menjadi endorser adalah orang ketiga. Pihak yang netral. Bukan bintang iklan yang sengaja dibayar untuk itu. Jadi dalam kasus ini, maraknya aksi selfie dan narsis dari customer akan meningkatkan reputasi restoran. Apa jadinya kalau makanandari restoran Anda tidak enak, pelayannya buruk, tidak ada sudut-sudut yang menarik untuk berfoto,atau pelayannya yang tak mampu memotret dengan baik? Andai menuai badai.

Menurut Sherry Turkle, professor psikologi dari Massachusetts institute of Tecnology. Selsi merupakan cara seseorang merekam moment untuk diperlihatkan kepada oranglain. Jadi kalau dulu Descartes Filsuf Perancis mengatakan “ I think therefore I am” sekarang dengan adanya internet dan media sosial berubah menjadi “I share therefore I am” Berbagi, termasuk berbagi foto atau cerita adalah sesuatu yang baik-baik saja. Namun, yang perlu mendapat perhatian sebagian besar remaja cenderung narsis kalau mengalami depresi. Selain itu sisi aktifitas sosial mereka cenderung rendah. Itu sebabnya mereka menghabiskan banyak waktu di dunia maya. Jadi betul kata pepatah kalsik “ Sesuatu yang berlebih-lebihan itu tidak baik”

Sumber: Jawa-Pos.7-April-2015.Hal_.111

Pertengkaran – Bukan Take and Give, tapi Give then Take

Pertengkaran. Jawa Pos. 24 April 2015.Hal.1,15

Oleh RHENALD KHASALI

                  Dulu orangtua tidak terlalu risau melihat anak-anaknya berkelahi. bahkan kita diserahkan utuk bertarung secara jantan satu lawan satu dilapangan sekolah. Perkelahian cara itu koridornya. misalnya tidak main keroyok dan tidak pakai senjata dan juga ada wasitnya. tetapi kalau cara lalu kita terapkan sekarang, mungkin kita semua bakal masuk penjara karena melanggar HAM.

BUKAN TAKE AND GIVE TAPI GIVE THEN TAKE

  • PERTENGKARAN….
    sambungan dari halaman 1

anak-anak berkelahi umumnya karena belum bisa menerima cara pandang atau pendapat yang berbeda dengan dirinya. belum tau cara yang tepat untuk menyalurkan emosi.

namun bagaimana sekarang? relative lebih damai tetapi begitu beritanya meledak, kita jadi terkaget-kaget : bullying satu kelas, penindasan pengeroyokan pakai senjata yang mematikan, perampasan, dan kata-kata kasar begitu mudah menyulut kebencian massal bahkan dikalangan anak-anak sekalipun. Tidak jarang pula orangtua jadi terlibat. Hal kecilpun dibuat menjadi besar.

 

Perkelahian Orang Dewasa

hari-hari ini kita dipertontonkan si mulut-mulut besar (dipanggung politik) yang biasa membual dimedia massa terlibat pertengkaran hebat. bahkan ada yang memukul dan masuk dalam berita dunia. segala kebobrokan dirinya selalu disalahkan kepada oranglain.

Dari pengamatan saya, mereka yang bermulut besar dan senang mengancam itu ternyata hanya berani karena ada orang kuat dibelakangnya. masyarakat pun melabeli mereka begini : Tampang Rambo hati Rinto. artinya kalau bosnya sudah kena masalah, bekingnya hilang dan belangnya ketahuan gampang nangis juga.

Tetapi harus diakui, sangat banyak konflik orangtua di negeri kita ini. Yang masih dilandasi hal-hal primitive, uang, jabatan dan mudah tersinggung. baru-baru ini saya harus berhadapan dengan warga yang menutup jalan di kampung. bayangkan, semua orang bisa lewat kecuali orang baru yang terlihat mapan. Setelah ancam-mengancam, akhirnya ketemu juga ujungnya: minta kompensasi karena dia merasa jalan itu dulu di wakafkan almarhum nenek moyangnya.

Bayangkan, keikhlasan neenk moyang dinodai keturunan yang serakah dan mudah dihasut tetangga. Tetapi setelah kompensasi, dibayar, tetangganya mengompori hal lain lagi. Rupayanya mereka tersinggung karena tidak diajak bicara, tidak kebagian pula. Primitif sekali bukan?

Daripada songong menjunjung diri, mending saya ajak Anda menyaksikan perkelahian orang dewasa yang diurus secara profesional. Mei mendatang ada dua orangtua yang berkelahi dan ditonton milyaran pasang mata. Mereka adalah Manny Pacquiao, 36, dan Floyd dari Amerika Serikat. Dalam perkelahian tersebut, Manny akan dibayar USD 100 juta dan Floyd USD 150 juta. Kalau dirupiahkan nilainya lebihy dari Rp. 1,3 triliun dan 1,9 triliun. Saya kira, itu jumlah yang pantas untuk diperebutkan. Sah, halal, dan bayar pajak pula. Kejadian tersebut tentu berbeda dengan nelayan-nelayan pantura yang awal April lalu bertengkar dengan Mentri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di hadapan Presiden di Istana Negara. Para nelayan setuju dengan penggunaan cantrang atau modifikasi jaring trawl. Cantrang akan membuat ikan-ikan kecil ikut terjaring. Itu tentu akan mengancam kelestarian.

Menteri Susi ingin larangannya berlaku per September 2015. Namun, para nelayan tidak setuju. Mereka menginginkan masa transisi yang lebih lama. Persis dengan gertakan pemerintah lalu yang memaksa pembangun membangun smelter.

Ini menjadi dilema bagi pemimpin mau populer atau membangun masa depan? kalau mau populer ikuti saja apa kata rakyat. Amanlah kursi Menteri Aman pula bagi Jokowi. Ketika pemerintakan SBY mengulur batas waktu kewajiban membangun smelter, Majalah Economist pun menyindirnya dalam cover depan : “SMELTDOWN”

Di negeri ini sangat banyak konflik atau pertengkaran yang justru dilakukan-oleh orang-orang dewasa. Gubernuh Ahok Vs DPRD, KPK VS Polri sesama pengurus parpol, antarparpol, tawuran mahasiswa Vs polisi dan sebagainya. Maaf, semua masih serba primitive.

 

Banyak Cara Untuk Menaklukkan

Kebanyakan diantara kita, memang lebih tidak suka berkonflik. Apalagi bertengkar. Banyak cara yang bisa kita lakukan. Bukankah Sun Tzu mengajarkan “To fight and conquer in all out battles is not supreme excellence : supreme excellence consists in breaking the enemy’s resistance without figthing”

Sikab yang gak dekat dengan akomodatif adalah kompromi. Dalam kompromi, kita menerima kemauan lawan. Tetapi disisi lain, kita juga memaksa lawan untuk menerima kemauan kita. Bukan take and give tapi give then take.

Dengan lawan kita pun bisa bersikap kolaboratif. Caranya, bersama-sama kita ciptakan musuh bersama.

Kalau menghindar sudah tidak bisa, kompromi sudah tidak mungkin lagi, apa boleh buat lah. Tetapi emosi harus terkendali. Bagi sejumlah orang, Konflik adalah nutrisi utama untuk kemajuan. Pengusaha asal Texas, AS Margaret Haffernan bilang begini “ For good idea and true innovation, you need human interaction, conflict, argument, debate”

Karena itu dalam setiap kesempatan haffernan selalu membagi pandangan hidupnya. “Lets not play the game, change it” dia selalu bilang “Beranilah untuk berbeda pendapat” Anehnya hati mereka bisa tenang meski mulut berdebat. Kepalanya tetap adem tidak ada ancam-mengancam atau saling menyalahkan.

Dengan logika semacam itu, bagaimana sikab Anda melihat adu jotos antara DPR kita yang terhormat? Saya punya kutipan yang menarik dari Miguel Angel Ruiz, sedangkan spiritualis asal Meksiko. Dia mengatakan “ People like to say that the conflict its between good and evil. The real conflict is between truth and lies”

Ada yakin pertengkaran itu terjadi karena mereka? “benar-benar” sedang memperjuangkan kepentingan kita? Saya tidak yakin!

Rhenald Kasali

(@Rhenald_Kasali)

 

Sumber : Jawa Pos. 24 April 2015Hal 1,15

Mutu Perguruan Tinggi Tertinggal

Mutu Perguruan Tinggi Tertinggal. Kompas. 25 April 2015,Hal.11

Kualitas Pendidikan Tinggi Timpang

JAKARTA, KOMPAS- Mutu pendidikan tinggi Indonesia masih tertinggal jauh dan membutuhkan perhatian serius. Pada salah satu indiikator mutu, publikasi ilmiah, misalnya, Indonesia kalah bersaing dengan negara tetangga. Perguruan tinggi yang masuk 500 peringkat terbaik dunia pun berkurang.

Mengacu pada publikasi ilmiah yang terindeks Scopus, total produksi 10 perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia sekalipun belum bisa mengalahkan publikasi ilmiah satu universitas di Malaysia. Jika UKM mampu menghasilkan hingga 18.000 publikasi yang terindeks Scopus total publikasi ilmiah dari 10 perguruan tinggi negeri di Indonesia baru berkisar 14.000 yang terindeks Scopus.

Kondisi mutu pendidikan tinggi Indonesia tersebut dipaparkan Sekretaris Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo dalam seminar nasional dan deklarasi gerakan transformasi Pendidikan Tinggi berbasis Mutu di Jakarta, Jumat (24/4). Kegiatan itu digagas Pusat Layanan Pengkajian dan Implementasi ( Puslapim) Berbasis kerangka kualifikasi Nasional Indonesia dan Penyelenggaraan Perguruan Tinggi Berbasis Sistem Pengendalian Mutu Internal.

“Masalah akses pendidikan mulai teratasi. Tetapi untuk mutu kondisinya akut. Oleh karena itu pada 2015-2019, prioritas pendidikan tinggi difokuskan untuk meningkatkan mutu dan relevansi,” kata Patdono.

Tertinggalnya mutu pendidikan tinggi Indonesia juga terlihat dari jumlah perguruan tinggi yang masuk peringkat 500 terbaik dunia. Jika beberapa tahun lalu, Indonesia mampu menempatkan enam perguruan tinggi negeri di 500 top dunia, Yakni Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung. Adapun Malaysia meningkat dengan menempatkan lima perguruan tingginya di 500 top dunia.

Patdono mengatakan pemerintah mendorong perguruan tinggi negeri potensial, seperti Universitas Gajah Mada, Institut pertania Bogor, dan Universitas Airlangga untuk masuk 500 top dunia. Dukungan berupa dana dan pendampingan.

KETIMPANGAN

Persoalan mutu perguruan tinggi di Indonesia bukan hanya kalah bersaing di dunia Internasional. Didalam negeri terjadi ketimpangan mutu menc9olok antara perguruan tinggi dipulau jawa dan luar Jawa.

Berdasarkan penilaian mutu eksternal dari Badan AkreditasiNasionalo perguruan Tinggi pada 201, data terbaru 164 perguruan tinggi dari total 4.274 perguruanh tinggi yang terakreditasi institusinya. Hanya dua perguruan tinggi diluar Pulau jawa yang mampu meraih Akreditasi A.

Demikian pula dengan akreditasi program studi. Hanya 223 prodi dari perguruan tinggi luar Jawa yang mendapat nilai A dari pada 1.478 prodi di Pulau Jawa yang meraihnya.

Menurut Patdono peningkatan mutu harus serius. Harapan masyarakat terhadap pendidikan tinggi tidak lagi sebagai agen pendidikan atauoun riset. “Pendidikan tinggi kini diharapkan jadi agen pembangunan ekonomi. Untuk itu, perguruan tinggi tidak cukup menghasilkan lulusan dan riset yang baik, tetapi menghasilkan inovasi, pekerjaan, industry, dan devisa,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Puslapim Willy Susilo mengatakan, oembangunan pendidikan tinggi menjadi elemen fundamental dalam mencapai kemajuan, kesejahteraan dan kekuatan Indonesia pada masa depan. Puslapim sebagai institusi nirlaba memiliki misi dalam menyediakan layanan pengembanga, bimbingan penerapan, jasa pemeriksaan, pengkajian, serta meningkatkan sistem manajemen mutu penyelenggaraan perguruan tinggi. Pada kesempatan itu sejumlah pemimpin perguruan tinggi bersama Kementerian Ristek dan Dikti mendeklarasikan komitmen mengupayakan penyelenggaraan perguruan tinggi bermutu. Harapannya, lulusan mampu berperan dan berkontribusi lebih besar dalam pembangunan nasional.

Laksamana Madya DA Mamahit, selaku penasihat Puslapim yang juga rector Universitas Pertahanan, mendorong perguruan tinggi membangun kesadaran bela negara di kalangan mahasiswa sebagai salah satu bentuk penguatan karakter. Generasi muda yang mengangkat harkat dan martabat bangsa di mata dunia.

Associate Puslapim, Iyung Pahan, mengatakan peningkatan mutu perguruan tinggi dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan bonus demografi, yakni angkatan kerja produktif. Pendidikan tinggi berbasis mutu perlu dengan mengacu manajemen mutu terpadu. (ELN)

Sumber : Kompas. 25 April 2015, Hal. 11

Dosen Tidak Tetap Menjadi Tumpuan

Dosen Tidak Tetap Menjadi Tumpuan. Kompas.7 April 2015.Hal.12

Kelayakan Rasio Dosen dan Mahasiswa untuk Lindungi Mutu

JAKARTA, KOMPAS – Dosen tidak tetap masih menajdi tumpuan dalam proses pendidikan di sejumlah perguruan tinggi swasta. Perguruan tinggi swasta masih kesulitan untuk mencukupi jumlah dosen tetap dan menjaga kelayakan rasio dosen tetap dan mahasiswa. Sementara jumlah mahasiswan yang diterima kian besar.

Dalam surat edaran Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kementrian Ristek dan Dikti) disebutkan, pemerintah bakal memberikan peringatan kepada program studi (prodi) dengan nisbah 1 dosen berbanding 30 hingga 300 mahasiswa untuk bidang ilmu pengetahuan alam. Peringatan juga akan diberikan kepada prodi bidang ilmu pengetahuan sosial yang rasio 1 dosen berbanding 45 hingga 300 mahasiswa. Dosen tidak tetap menjadi pilihan utama bagi Universitas Bung Karno. Jumlah dosen di universitas itu 78 dosen di universitas itu 78 dosen tetap dan 112 dosen tidak tetap atau luar biasa. Rekor Universitas Bung Karno, Soenarto Sardiatmodjo, Senin (6/4), mengatakan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan pemerintah diharapkan mampu melihat kendala dihadapi perguruan tinggi swasta secara komprehenshif.

“Tak semua fakultas kekurangan dosen” ujarnya. Di universitas Bung Karno ada 8.500 mahasiswa di II prodi. Jumlah mahasiswa setiap prodi bervariasi mulai dari 71 mahasiswa di prodi Teknik Elektro hingga 3.748 ,ahasiswa prodi Ilmu Hukum. Kesenjangan rasio dosen dan mahasiswa hanya di fakultas tertentu, seperti Hukum dan Elektonomi yang jumlah mahasiswanya besar.

Permudah NIDN

Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) juga mengandalkan dosen tidak tetap. Rektor USNI Lijan Sinambela mengatakan, universitas tersebut memiliki 72 dosen tetap untuk mengajar total 3.400 murid. Namun, 13 dosen tidak tetap belum memiliki nomor induk dosen nasional (NIDN) sehingga keberadaan mereka tidak diperhitungkan Kementrian Ristek dan Dikti. Padahal, para dosen tanpa NIDN itu aktif mengajar.

Untuk itu, Lijanberupaya mengusulkan NIDN. Dia berharap proses NIDN dipermudah agar mutu pendidikan di kampus terjaga. Hal serupa di ungkapkan Soenarto dari Universitas Bung Karno.

Rektor Universitas Pamulang Dayat Hidayat menyatakan keberatan dengan aturan pemerintah terkait rasio jumlah mahasiswa dengan dosen. “Ini persoalan bagi perguruan tinggi swasta, yang dihitung hanya dosen tetap sementara dosen dari luar (tidak tetap) tak dihitung. Seolah-olah kampus swasta kurang dosen padahal tidak. Kata Dayat. Dia mengakui pihaknya belum mampu memenuhi ketentuan itu. Jumlah dosen di Universitas Pamulang 1.100 orang. dari jumlah itu, dosen tetap 500 orang dan 600 dosen honorer. Adapun jumlah mahasiswa 50.000 orang. Minimnya dosen tetap menurut dayat karena Universitas sulit mendapatkan dosen berkualitas.

Jaga Mutu  

Direktur kelembagaan dan Kerja Sama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Ristek dan Dikti Hermawan Kresno Dipojono mengatakan ketentuan rasio dosen dan mahasiswa sudah disosialisasikan sejak tahun lalu. Pemerintah berencana mengumumkan kepada publik status perguruan tinggi berkategori sehat dan tidak sehat untuk melindungi kepentingan masyarakat. “Kita akan selalu kalah dari negara lain jika perguruan tinggi hanya mengejar jumlah mahasiswa, tetapi tak disertai jumlah dosen memadai. Dosen tetap mendorong terciptanya budaya akademik untuk kemajuan ilomu dan pembuatan karakter” tutur Hermawan (ELN/DNE/B02/B04)

Sumber : Kompas, 7 April 2015 Hal 12

Dosen Honorer Tak Maksimal

Dosen Honorer Tak Maksimal. Kompas. 8 April 2015.Hal.11

Pemerintah Sediakan Calom Dosen Dengan Beasiswa

JAKARTA, KOMPAS – Perguruan tinggi swasta diharapkan dapat memenuhi rasio dosen tetap dan mahasiswa sesuai dengan ketentuan pemerintah. Jika mengindahkan dosem honorer, dikhawatirkan lulusan kurang berkualitas karena tugas dosen tidak hanya memberi ilmu dikelas, tetapi memberikan ruang diskusi setiap saat.

seperti diberitakan sebelumnya sejumlah perguruan tinggi mengandalkan tenaga dosen tidak tetap, jumlah dosen tidak tetap lebih besar ketimbang dosen tetap (Kompas, 7 April 2015) kelayakan rasio dosen tetap dan mahasiswa sulit terpenuhi.

dalam surat edaran Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi disebutkan, pemerintah bakal memberikan peringatan kepada program studi bidang ilmu pengetahuan alam dengan nisbah 1 dosen berbanding 30 hingga 300 mahasiswa. peringatan juga akan diberikan kepada program studi bidang ilmu pengetahuan sosial yang rasio 1 dosen berbanding 45 hingga 300 mahasiswa, perguruan tingga yang melanggar akan dilarang menerima mahasiswa baru dan tidak mendapat pelayanan dari pemerintah yang bisa berdampak kepada mahasiswa.

“Jika dosen honorer (tidak tetap), biasanya hanya pertemuan dalam kelas. itu tidak mencukupi. dosen harus memberikan ruang diskusi, komunikasi dan bergaul dengan perserta didiknya,” kata pengamat pendidikan Djoko Santoto Selasa (7/4), di Jakarta.

Pengan adanya dosen tetap, menurut joko ruang diskusi yang tersedia lebih besar karena dosen selalu berada di kampus. Interaksi dosen dengan mahasiswa harus lebih intens. dosen juga harus menun jukkan kepada mahasiswa cara melaksanakan tugas sebagai ilmuan, seperti bekerja di laboratorium dan riset berbasis keilmuan. bahkan dosen dapat melibatkan mahasiswa dalam riset dan pengabdian keilmuannya.

Peneliti Lembaga Ilm7u Pengetahuan Indonesia, Edriana Elisabeth menambahkan, dosen honorer yang mengajar di dua sampai tiga kampus dalam sehari dapat membuat kualitas mengajar tidak maksimal. dosen tersebut tidak memiliki waktu cukup untuk mempersiapkan bahan ajar.

“Kalau honorer repotnya ia tak fokus. harus membagi waktu antar kampus akibatnya mahasiswa tidak bisa berdiskusi banyak” kata Adriana. padahal kualitas dosen menentukan mutu pendidikan diperguruan tinggi.

Djoko yang juga mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan, perguruan tinggi swasta yang kualitasnya melebihi negeri sebetulnya juga banyak. Dia berharap semua perguruan tinggi dapat meningkatkan mutu dan mematuhi aturan pemerintah.

 

Bantuan Pemerintah

Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Supriadi Rustad mengatakan, pemerintah membantu dengan membiayai pendidikan jenjang S-2 dan S-3 calon dosen didalam dan luar negeri. Itu untuk membantu mengatasi kesulitan perguruan tinggi mendapatkan dosen bermutu. perguruan tinggi cukup mengajukan permintaan untuk mengangkat calon dosen tersebut dengan memberikan gaji setara dosen pegawai negeri sipil.

“Namun sedikit perguruan tinggi yang memafaatkan dukungan kami yang mengajukan permintaan lebih banyak dari perguruan tinggi ternama atau yang selama ini citranya bagus di masyarakat, “kata Supriadi”

“Saat ini sekitar 6.000 calon dosen yang bisa dimamfaatkan perguruan tinggi dari seluruh Indonesia dari program beasiswa unggulan. besarnya gaji untuk menjadikan calon dosen sebagai dosen tetap sesuai dengan kesepakatan perguruan tinggi dan calon dosen.

pemerintah akan mempermudah pengurusan nomor induk dosen nasional (NIDN) dari calon dosen dari program beasiswa unggulan. menurut Supriadi, dosen tetap dengan NIDN diperguruan tinggi harus mencapai 75 persen, sedangkan dosen tidak tetap yang memiliki nomor urut pengajar sebanyak 25 persen.

nisbah dosen/ mahasiswa magang memang masih dilihat dari jumlah dosen tetap. saat ini sedang dirumuskan agar dosen tidak tetap bergelar doctor bisa dijadikan penghitung nisbah dosen/ mahasiswa (B04 ELN)

 

Sumber: Kompas 8-April-2015- Hal 11-